Note: This public statement condemning a new Indonesian Ministerial Regulation on Female Circumcision is published here on ETLJB in solidarity with the women of Indonesia who are subjected to this type of violation of their human rights. ETLJB also completely condemns this primitive practice which is a manifestation of moral disorder.
AMNESTY INTERNATIONAL
Pernyataan Publik
ASA 21/015/2011
23 Juni 2011
Pernyataan Publik
ASA 21/015/2011
23 Juni 2011
Indonesia: Peraturan Menteri tentang sunat perempuan harus dicabut
Pernyataan Sikap Bersama Masyarakat Sipil Indonesia dan Amnesty Internasional
Pihak berwenang Indonesia harus selekasnya mencabut peraturan menteri tentang sunat perempuan yang baru saja dikeluarkan, dan sebaiknya menerapkan peraturan yang khusus dengan hukuman yang pantas untuk melarang segala jenis mutilasi kelamin perempuan (female genital mutilation/FGM).
Peraturan baru itu melegitimasi praktik mutilasi kelamin perempuan dan memberi otoritas pada pekerja medis tertentu, seperti dokter, bidan dan perawat, untuk melakukannya. Peraturan baru itu mendefinisikan praktek ini sebagai “Tindakan menggores kulit yang menutupi kulit bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris”. Prosedur ini mencakup “lakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum clitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai” (Pasal 4 ayat 2 (huruf g)) Berdasarkan peraturan baru ini, tindakan sunat perempuan hanya bisa dilaksanakan dengan permintaan dan persetujuan orang yang disunat, orangtua dan/ atau walinya.
Peraturan baru oleh Menteri Kesehatan (No. 1636/MENKES/PER/XI/2010) mengenai sunat perempuan, dikeluarkan pada November 2010, berlawanan dengan langkah pemerintah memperkuat kesetaraan gender dan melawan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Peraturan itu juga melanggar sejumlah hukum Indonesia, termasuk Undang-Undang No.7/1984 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW); Undang-Undang No. 5/1998 tentang ratifikasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan (CAT); Undang-Undang No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia; Undang-Undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak; Undang-Undang No. 23/2004 tentang Kekerasaan dalam Rumah Tangga; dan Undang-Undang No. 23/2009 tentang Kesehatan. Ini berlawanan juga dengan sebuah edaran pemerintah tahun 2006, No. HK.00.07.1.3. 1047a, ditandatangani Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, yang secara khusus memperingatkan dampak negatif kesehatan MKP pada perempuan.
.
Mutilasi kelamin perempuan termasuk sebuah bentuk kekerasan terhadap perempuan yang harus dihapus. Ketika negara gagal secara efektif menentang praktik ini maka akan mendorong persepsi bahwa orang lain yang berhak mengontrol seksualitas seorang perempuan atau anak perempuan, yaitu, memutuskan atas namanya dalam kondisi apa ia harus (atau tidak boleh) terlibat dalam aktivitas seksual. Amnesty International khawatir peraturan ini membenarkan dan mendorong mutilasi kelamin perempuan, praktik yang mengakibatkan kesakitan dan penderitaan bagi perempuan dan anak perempuan, sehingga melanggar larangan mutlak atas penyiksaan dan perlakuan buruk. Mutilasi kelamin perempuan juga mendorong pelabelan (stereotyping) yang diskriminatif atas seksualitas perempuan.
Mutilasi kelamin perempuan termasuk sebuah bentuk kekerasan terhadap perempuan yang harus dihapus. Ketika negara gagal secara efektif menentang praktik ini maka akan mendorong persepsi bahwa orang lain yang berhak mengontrol seksualitas seorang perempuan atau anak perempuan, yaitu, memutuskan atas namanya dalam kondisi apa ia harus (atau tidak boleh) terlibat dalam aktivitas seksual. Amnesty International khawatir peraturan ini membenarkan dan mendorong mutilasi kelamin perempuan, praktik yang mengakibatkan kesakitan dan penderitaan bagi perempuan dan anak perempuan, sehingga melanggar larangan mutlak atas penyiksaan dan perlakuan buruk. Mutilasi kelamin perempuan juga mendorong pelabelan (stereotyping) yang diskriminatif atas seksualitas perempuan.
Sebagaimana terdokumentasikan dalam laporan tahun 2010 berjudul Tak ada pilihan: Hambatan atas kesehatan reproduktif di Indonesia, Amnesty International mendapat informasi dari banyak perempuan dan anak perempuan bila mereka memilih untuk melakukan mutilasi kelamin perempuan untuk bayi perempuan mereka dalam beberapa tahun terakhir ini. Praktik ini umumnya dilaksanakan oleh dukun bayi tradisional dalam enam minggu pertama setelah kelahiran bayi perempuan mereka. Para perempuan tersebut mengatakan mereka meminta bayi perempuan mereka untuk menjalankan mutilasi kelamin perempuan untuk alasan keagamaan. Alasan lain dari para perempuan tersebut adalah ingin menjamin “kebersihan” anak bayi perempuan (bagian luar kelamin perempuan dianggap kotor) dan menghindari penyakit; melanggengkan praktik budaya atau lokal; berusaha mengatur atau menekan hasrat perempuan atas “aktivitas seksual” pada masa dewasanya kelak. Beberapa perempuan mendeskripsikan prosedurnya sebagai semata “goresan simbolik”, sementara dalam kasus-kasus lainnya mereka menjelaskan bahwa tindakan tersebut termasuk memotong sebagian kecil klitoris. Banyak perempuan yang diwawancara tersebut setuju bahwa akan ada pendarahan setelahnya.
Terlepas dari cakupan prosedurnya, praktek mutilasi kelamin perempuan menunjukkan pelabelan / stereotyping yang diskriminatif mengenai kelamin perempuan yang “kotor” atau merendahkan; bahwa perempuan tidak berhak membuat pilihan mereka sendiri mengenai seksualitas dengan cara yang sama dengan laki-laki; dan perempuan dan anak perempuan hanya bisa bermartabat secara penuh dalam praktek keagamaan jika badan mereka diubah, artinya ada yang secara inheren salah dengan tubuh perempuan. Perilaku-perilaku yang merendahkan perempuan karena kondisi aktual atau persepsi atas seksualitas mereka sering dijadikan justifikasi kekerasan terhadap perempuan.
Dalam kesimpulan observasinya tahun 2007, Komite CEDAW merekomendasikan Indonesia untuk mengembangkan rencana aksi untuk menghapus praktik mutilasi kelamin perempuan, termasuk mengimplementasikan kampanye penyadaran public untuk merubah persepsi budaya yang terkait dengannya, serta menyediakan pendidikan yang memasukkan praktik tersebut sebagai pelanggaran hak asasi perempuan dan anak perempuan dan tidak memiliki dasar dalam agama.
Dalam kesimpulan observasinya tahun 2008, Komite PBB untuk Menentang Penyiksaan memberi rekomendasi kepada Indonesia untuk mengambil semua langkah yang memadai untuk menghapuskan praktik mutilasi/ pemotongan kelamin perempuan yang berkelanjutan, termasuk melalui kampanye-kampanye peningkatan kesadaran dengan bekerjasama dengan organisasi-organisasi masyarakat sipil.
Sebagai pihak negara CEDAW dan CAT, pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah-langkah berikut sebagai prioritas:
1. Mencabut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang sunat perempuan;
2. Memberlakukan kebijakan tertentu melarang berbagai macam praktek sunat perempuan, dengan hukuman yang sesuai;
3. Melaksanakan publik kampanye peningkatan kesadaran untuk mengubah persepsi budaya yang terkait dengan sunat perempuan.
Pernyataan ini di dukung oleh:
Organisasi Indonesia:
1. Aceh Peace Consultative Management/APCM
2. Aliansi Pelangi Antar Bangsa
3. Aliansi Sumut Bersatu (ASB)
4. Alimat
5. ANSIDEM
6. ANSIPOL
7. Ardhanary Institute
8. Asian Moslem Action Network (AMAN) Indonesia
9. Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI)
10. Barisan Perempuan Indonesia
11. BITES
12. CEDAW Working Group Initiative
13. Center for Human Rights Law Studies (HRLS), Faculty of Law, Airlangga University
14. CIMW
15. Demos
16. Fahmina Institute
17. Federasi LBH APIK Indonesia
18. Forum Pemerhati Masalah Perempuan (FPMP) Sulawesi Selatan
19. GemaPalu, Lumajang
20. GONG PEACE MAGAZINE
21. GPSP
22. Herlounge (Viena Tanjung)
23. Human Rights Working Group (HRWG)
24. Indonesia AIDS Coalition
25. Indonesia Support Facility (InSuFa)
26. Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP)
27. Institut Hak Asasi Perempuan (IHAP), Yogyakarta
28. Institut Perempuan, Bandung
29. IRSAD (Institute for Religion and Sustainable Development), West Sumatra
30. JALA PRT
31. Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3)
32. JASS Indonesia
33. Kalyanamitra
34. Kartini Asia Network
35. Kaukus Perempuan DPD RI
36. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Bali
37. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Bangka-Belitung
38. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Banten
39. KePPaK PEREMPUAN Komisariat DKI Jakarta
40. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Jawa Barat
41. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Jawa Tengah
42. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Jawa Timur
43. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Kalimantan Barat
44. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Kalimantan Selatan
45. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Kalimantan Tengah
46. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Kalimantan Timur
47. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Kepulauan Riau
48. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Nusa Tenggara Barat
49. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Nusa Tenggara Timur
50. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Sulawesi Barat
51. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Sulawesi Selatan
52. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Sulawesi Tenggara
53. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Sulawesi Utara
54. KePPaK PEREMPUAN Komisariat Sumatera Selatan
55. KePPaK PEREMPUAN Pusat
56. Koalisi Aktivis Perempuan Sulawesi Selatan (Sulsel)
57. Koalisi NGO HAM Aceh (Evi Zain)
58. Koalisi Perempuan Indonesia
59. Konsorsium untuk Kepemimpinan Politik Perempuan Jawa Barat (KPPP Jabar)
60. KPKB
61. LBH APIK Banten
62. LBH APIK DI Yogyakarta
63. LBH APIK DKI Jakarta
64. LBH APIK Jawa Tengah
65. LBH APIK Kalimantan Barat
66. LBH APIK Kalimantan Timur
67. LBH APIK Makasar (Sulawesi Selatan)
68. LBH APIK Nanggroe Aceh Darussalam
69. LBH APIK Nusa Tenggara Barat
70. LBH APIK Nusa Tenggara Timur
71. LBH APIK Papua
72. LBH APIK Sulawesi Tengah
73. LBH APIK Sulawesi Utara
74. LBH APIK Sumatera Barat
75. LBH APIK Sumatera Selatan
76. LBH APIK Sumatera Utara
77. LBH Makassar
78. Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung (Helda Khasmy)
79. Lembaga Partisipasi Perempuan (LP2)
80. Matepe Makassar
81. Mitra Perempuan
82. Ourvoice
83. PD POL
84. PELKESI
85. Pelpem GKPS
86. Perempuan Mahardhika
87. Pergerakan Indonesia
88. Perkumpulan Cut Nyak Dien, Yogyakarta
89. Perkumpulan IDEA Yogyakarta
90. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
91. Perkumpulan Rumah Perempuan, Jember
92. PLU Satu Hati
93. PMK HKBP Jakarta
94. PT SUSDEC member of LPTP, Solo
95. Puan Amal Hayati
96. Pusat Pendidikan & Advokasi Masyarakat Marginal (Perkumpulan PEDULI in Medan)
97. Rahima
98. Raising Her Voice, OXFAM GB - Indonesia
99. Rumpun Gema Perempuan
100. Sahabat Perempuan dan Anak Indonesia (SAPA Indonesia)
101. SA-KPPD, Surabaya
102. SAPA Institute
103. SAPDA Jogja (Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak)
104. Sekretariat Nasional Solidaritas Perempuan
105. Serikat Perempuan Bantul
106. Solidaritas Perempuan Anging Mammiri- Sulawesi Selatan
107. Solidaritas Perempuan Bungong Jeumpa – Aceh
108. Solidaritas Perempuan Kinasih Yogyakarta
109. Solidaritas Perempuan,Kendari
110. The Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS) - Mufti Makaarim al-Ahlaq
111. Walhi Kalbar (Hendrikus Adam)
112. YAKKUM
113. YASANTI, Yogyakarta
114. Yayasan Anugerah Bina Insani (YABI)
115. Yayasan Jurnal Perempuan
116. Yayasan Walang Perempuan- Ambon
117. YLK Sulawesi Selatan (Sulsel)
Organisasi Internasional/ Regional:
118. AMAN foundation Kalkata, India
119. AMAN, Srilanka
120. Amnesty International
121. ASEAN Progressive Muslim Movement (APMM)
122. Asia Pacific Forum on Women, Law, and Development (APWLD)
123. Asian Muslim Action Network (AMAN), Thailand
124. Asian Women's Resource Centre (AWRC) for Culture and Theology
125. GSIR Ritsumeikan University
126. INFORM Documentation Centre, Sri Lanka
127. IWRAW Asia Pacific
128. JASS SEA
129. Muntada-Arab Forum for Sexuality Education & Health, Palestine
130. Nasawiya, The Feminist Collective, Lebanon
132. Sisters In Islam, Malaysia
133. Southeast Asia Women’s Caucus on ASEAN
134. Vision Spring Initiatives
135. Women for Women’s Human Rights, Istanbul, Turkey
136. Women Living Under Muslim Laws, International Coordination Office, UK
Individu:
137. Agus Sutomo, Lembaga Gemawan, Indonesia
138. Anna Blaszczyk, Poland
139. Anna Strempel, Banda Aceh, Indonesia
140. Christine Anderson
141. Daniel, Indonesia
142. Deryn Mansell, guru bahasa Indonesia di Australia
143. Dewi Anggraeni, Melbourne, Australia
144. Dr. Free hearty, WOHAI
145. Dr. Tiara M Nisa, Indonesia
146. Evelyne Accad (Professeur Emerite, University of Illinois, Lebanese American University)
147. Exsaudi Romadia M. Simanjuntak, Indonesia
148. Firliana Purwanti, Indonesia
149. Fitri Bintang Timur, Indonesia
150. Ian Usman Lewis, Australia
151. Jack McNaught, Director of International Internships Pty Ltd
152. Joko Sulistyo, Indonesia
153. Joy Appleby
154. Julia Suryakusuma, Indonesia
155. Katharine McGregor, the University of Melbourne
156. K.D.Thomas, Volunteer Graduate, Lembaga Penjelidian Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Eknomi (1955-1960)
157. Maesy Angelina, Indonesia
158. Merry Iyi
159. Mitra-femivegi
160. Ms Elena Williams, Australian National University
161. Mukhotib MD, PAUD Pandan Wangi, Magelang
162. Mustafa Sabaroedin, Minang Saiyo Melbourne
163. Nina Nurmila, a member of Alimat and a lecturer of Universitas Islam Negeri Bandung
164. Nino Viartasiwi, GSIR Ritsumeikan University, Kyoto-JAPAN
165. Nunung Fatma, Indonesia
166. Nurul Sutarti, Yayasan Krida Paramita, Surakarta, Indonesia
167. Orlando Baylon Gravador, Task Force Detainees of the Philippines
168. Padmawati Ari Suryani, Asian Women's Resource Centre (AWRC) for Culture and Theology
169. Prof. Dr Saskia E. Wieringa, University of Amsterdam
170. Putri Kanesia, KontraS
171. R. Valentina Sagala, Indonesia
172. Ratu Dian Hatifah, Indonesia
173. Rita, Indonesia
174. Sally Hill, Law Student, Australia
175. Syafira Hardani
176. Theresia, Indonesia
177. Tunggal Pawestri, BITES, Indonesia
No comments:
Post a Comment