24 September 2010

Dili District Court acquits defendants in case of attack in Fatu-Ahi

Judicial System Monitoring Program DILI 24 September 2010 - On 17 September 2010 the Dili District Court read out its final decision in Case No. 233/C.ord/2007/TDD.  This case related to the shooting incident and attack against members of F-FDTL that took place in Fatu-Ahi on 23 May 2006 that involved 28 defendants known as the petitioners and former members of PNTL.

The final decision was announced by a panel of judge comprising Judge Antonino Gonsalves (presiding judge) together with judge Deolindo do Santos and judge Joao Felgar (international). The prosecution unit was represented by Felismino Cardoso and the defendants were represented by Afonso Prado, an international public defender, and Jose Pedro Camões, a private lawyer. The hearing took place between 10:25 am -11:00 am.

The shooting incident and attack against members of F-FDTL in Fatu-ahi is common knowledge to most people in Dili. As a result of this incident two members of the F-FDTL died at the scene and dozens of others were injured. The two victims were Captain Joabinho Noronha and Lieutenant Kablaki from F-FDTL.

This was one of the many incidents that occurred during the crisis which had its roots in suspected discriminative practices within the F-FDTL which developed into a national crisis that was known as the 2006 political and military crisis.

Executive Director of JSMP, Luis de Oliveira Sampaio, believes that the acquittal of all defendants in the shooting incident and attack in Fatu-ahi is extremely regrettable, because members of F-FDTL and PNTL died and many others suffered minor and serious injuries as a result of this incident.  He also believes that the court is the only institution that is trusted to provide legal certainty and justice, and therefore the court should have been more diligent and cautious when deciding this matter to uphold justice for the victims and the families of the victims.

JSMP understands the principle of law that dictates that defendants must be acquitted when a judge or court is in doubt. However JSMP notes that there were victims in this case, but the legal institutions, in particular the prosecution unit, were unable to prove who was behind this event.    

JSMP notes that the decision to acquit in this case adds to the long list of people given impunity for their involvement in a range of cases related to the 2006 crisis.

JSMP observed that the court read out its decision based on the findings of the trial, which took into account the testimony of witnesses and defendants. In relation to the Fatu-ahi shooting, not a single witness or defendant told the court that they saw the defendants with their own eyes and many of them even said that they were not at the scene when the Fatu-ahi incident occurred.

Some of the defendants’ names were mentioned by their colleagues during the trial. However they had not arrived there with the intention to attack members of F-FDTL, because they were acting under the orders of their superiors to conduct a patrol. They did not intend to attack. These witnesses claim that they should not have been brought before the courts. Rather they believe that their superiors who gave the orders should have been held responsible.

Based on the evidence that was presented and examined before the court, the panel concluded that the proof was insufficient to convict the defendants. The court then decided to acquit the defendants.

However, the court provided an opportunity to the prosecution to appeal against the court’s decision. The prosecution is waiting for the written decision to be released on 28 September 2010.

JSMP notes that failures to provide sufficient evidence in major cases like this are a challenge for the justice system of Timor-Leste.

JSMP hopes and recommends for public prosecutors to continue improving the quality of their investigations and the gathering of evidence in the future. All legal institutions such as the prosecution unit and court have a responsibility to uphold justice. JSMP believes that the authority of the law must be upheld through the hard work and professionalism of the institutions entrusted and mandated with this important task

In order to guarantee that this mandate is upheld, JSMP recommends for the prosecution unit to pursue all legal avenues against the court’s decision to prove who was behind the shooting incident.

JSMP suspects that this decision might be an indication of the court’s inability to consistently carry out its mission, due to the stance of our state which has tended to reduce the role of the court in upholding justice and the law. The pardons granted by the president are a good example of this.

JSMP understands that the court may be bearing a psychological burden in relation to the handling of cases from 2006 and 2008; however as a country that embraces the rule of law, we implore all parties to consistently apply the principles that underpin the rule of law in the pursuit of all matters pertaining to the state and the nation.

For more information, please contact: Luis de Oliveira Sampaio Executive Director of JSMP
Email: luis@jsmp.minihub.org Landline: 3323883

 ----

Pengadilan Distrik Dili membebaskan para terdakwa atas kasus penyerangan di Fatu-Ahi

September 2010

Pada tanggal 17 September 2010 Pengadilan Distrik Dili membacakan putusan akhir terhadap kasus No.233/C.ord/2007/TDD. Kasus ini merupakan kasus yang terkait dengan penyerangan dan penembakan yang  melibatkan  ke 28 terdakwa yang merupakan para  tentara petisi dan   mantan anggota  PNTL di Fatu-Ahi  terhadap para anggota F-FDTL  pada 23 Mei 2006.

Persidangan dengan agenda pembacaan hukuman ini dipimpin oleh hakim panel yang diketuai oleh Hakim Antonino Gonsalves S.H bersama dua hakim anggota lainnya Deolindo do Santos S.H dan Dr. Joao Felgar (hakim Internasional). Sementara jaksa penuntut umum diwakili oleh Dr. Felismino Cardoso dan para terdakwa diwakili oleh Dr. Afonso Prado, dari Pengacara umum Internasional dan Jose Pedro Camões S.H. selaku pengacara pribadi.  Proses persidangan dari jam 10:25-11:00 siang.

Peristiwa penyerangan dan  penembakan terhadap anggota  FFDTL  di  Fatu-ahi tersebut secara umum diketahui oleh kebanyakan masyarakat di kota Dili. Sebagaimana juga diketahui bahwa  dalam serangan tersebut mengakibatkan dua orang  anggota  dari satuan F-FDTL meninggal dunia di TKP dan belasan lain mengalami luka-luka. Dua korban tersebut masing-masing adalah bernama Kapitaun Joabinho Noronha dan Tenente Kablaki dari F.FDTL.

Kasus ini merupakan satu dari sekian banyak kasus yang muncul akibat krisis yang bermula dari dugaan praktek diskriminasi dalam tubuh F-FDTL yang kemudian  berlanjut menjadi krisis  nasional yang dikenal sebagai krisis politik dan militer  tahun 2006.

Direktur Eksekutif JSMP Luis de Oliveira Sampaio S.H mengatakan bahwa, putusan bebas terhadap semua terdakwa kasus penyerangan dan penembakan Fatu-ahi sangat disayangkan, karena dalam peristiwa penembakan tersebut mengakibatkan jatuhnya korban di pihak F.FDTL dan PNTL dan sebagian lagi mengalami luka baik luka ringan dan berat. Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa Pengadilan sebagai satu-satunya lembaga yang diharapkan untuk menjamin dan memastikan kepastian dan keadilan hukum, seharusnya lebih cermat dan hati-hati untuk memutuskan kasus tersebut demi menegakkan keadilan bagi para korban dan keluarga korban.

JSMP menyadari bahwa dalam prinsip hukum memungkinkan bahwa jika hakim atau pengadilan ragu-ragu, hakim harus memutusbebaskan para terdakwa. Hanya saja menurut JSMP dalam kasus ini terdapat pihak yang dikorbankan, namum pengadilan atau institusi hukum lainnya, terutama pihak kejaksaan tidak mampu membuktikan siapa di balik peristiwa ini.    

JSMP mencatat bahwa putusan bebas untuk kasus ini menambah daftar panjang impunitas atas kasus-kasus lain yang terjadi dalam krisis 2006.

JSMP mengamati bahwa dalam proses persidangan pengadilan membacakan putusan berdasarkan hasil persidangan-persidangan terdahulu. Sesuai dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa sendiri. Kasus penembakan Fatu-ahi tidak seorang pun dari antara saksi dan terdakwa yang berbicara di pengadilan bahwa mereka melihat terdakwa dengan mata dan kepala sendiri bahkan sebagian besar terdakwa menyatakan tidak berada di tempat ketika peristiwa  Fatu-ahi  Terjadi.

Ada sebagian terdakwa yang namanya disebutkan teman-teman mereka saat dalam proses persidangan. Tetapi mereka datang bukan untuk melakukan penyerangan terhadap anggota F-FDTL. Tetapi mereka berada dibawah perintah atasan untuk melakukan patroli. Jadi bukan keinginan untuk melakukan serangan., Menurut beberapa saksi ini, seharusnya bukan mereka yang harus menjawab di depan  pengadilan, melainkan atasan yang memberikan perintah kepada mereka.

Berdasarkan semua alat bukti yang telah diproses dan diuji di depan pengadilan, kemudian hakim berkesimpulan bahwa bukti tersebut tidak meyakinkan pengadilan untuk menghukum para terdakwa. Pengadilan kemudian memutuskan untuk membebaskan para  terdakwa.

Namun demikian, pengadilan memberikan kesempatan kepada JPU untuk melakukan banding atas putusan pengadilan. Apabila pihak Jaksa berkeberatan atas putusan  pengadilan tingkat pertama.. Sementara itu, JPU masih menunggu keluarnya putusan pada tanggal 28 September 2010.

JSMP mengharapkan bahwa, kegagalan dalam pembuktian dalam kasus-kasus besar seperti ini merupakan  tantangan bagi system peradilan Timor Leste.

JSMP berharap dan sekaligus merekomendasikan kepada para jaksa penuntut umum untuk terus  meningkatkan kualitas proses investigasi dan pengumpulan bukti  yang lebih baik lagi di masa mendatang. Ini merupakan kewajiban institusional dari para institusi hukum seperti kejaksaan umum dan pengadilan untuk menegakan hukum. JSMP berpendapat bahwa wibawa hukum harus ditegakan melalui kerja keras dan professional dari institusi-institusi yang dimandatkan untuk mengemban misi tersebut.

Untuk memastikan amanat itu, JSMP merekomendasikan kepada JPU untuk melakukan upaya hukum atas putusan pengadilan tersebut untuk membuktikan siapa pelaku di balik peristiwa penembakan tersebut.

JSMP menduga bahwa putusan ini barangkali mencerminkan kelelahan pengadilan untuk secara konsisten menjalankan misinya, sebagai akibat dari prilaku bernegara kita yang cenderung meminimalisir peran pengadilan untuk menegakan hukum dan keadilan. Kasus pengapunan  yang diberikan oleh Presiden sebagai contoh konkrit dari situasi ini.

JSMP menyadari kemungkinan beban psikologis yang dihadapi oleh pengadilan atas kasus-kasus 2006 dan 2008, namun sebagai Negara hukum, semua pihak dihimbau untuk konsisten dalam menerapkan prinsip bernegara hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

No comments: